Tugas Tambahan Hukum

1.  GAMBARAN FRAUD DAN KEKALUTAN DALAM MENGHADAPI BANK CENTURY

Yang digambarkan dalam tulisan ini atas dasar pemberitaan, pernyataan dan analisis dari sekian banyaknya orang yang sudah dimuat di berbagai media massa. Kesemuanya itu dirangkai dalam beberapa gambaran dan pertanyaan.

Dengan tidak adanya blanket guarantee di Indonesia, tetapi jaminan maksimum Rp. 2 milyar saja per account, menaruh uang dalam jumlah besar, terutama di bank kecil sangat berbahaya. Tetapi Bank Century (Century) yang begitu kecil dimasuki dana simpanan dalam jumlah sangat besar oleh beberapa deposan besar. Mengapa berani menempatkan uangnya pada bank yang demikian kecilnya ? Karena ada maksud tertentu yang tidak sesuai dengan praktek bisnis yang wajar atau karena ada motif politik tertentu, dan karena itu merasa pasti aman, karena deposan mempunyai hubungan khusus dengan penguasa di negeri ini. (simak semua pemberitaan di media massa).

Dugaan mereka ternyata benar. Century rusak karena uang simpanan para deposan besar dicuri/digelapkan oleh para pemegang sahamnya sendiri. Century disuntik oleh LPS empat kali sampai jumlah seluruhnya mencapai Rp. 6,76 trilyun. Dari jumlah ini Rp. 3,8 trilyun dipakai untuk menutupi penarikan oleh deposan besar (Suara Pembaruan 31 Agustus 2009). Jakarta Post tanggal 2 September 2009 mengutip Budi Armanto, Direktur BI untuk Pengawasan Bank yang mengatakan bahwa : “Rp. 5,7 trilyun dari Rp. 9,63 trilyun ditarik dari Century antara November dan Desember 2009.”

Bukankah ini sudah bukti bahwa penyuntikan dana kepada Century tidak untuk menghindari kerusakan perbankan dan perekonomian yang sudah “sistemik”, tetapi untuk menelikung peraturan jaminan maksimum sebesar Rp. 2 milyar saja per account, supaya deposan besar bisa menarik depositonya dalam jumlah besar setelah Century rusak dan setelah disuntik dengan dana besar ?

Bagaimana Yang Seharusnya ?

Kalau motifnya murni untuk menyelamatkan perbankan dan perekonomian nasional dengan cara menghindari efek domino, tindakan pemerintah bisa sebagai berikut : (1) Semua tagihan dari bank dibayar sepenuhnya. (2) Semua tagihan lainnya dibayar sampai jumlah maksimum Rp. 2 milyar sesuai dengan peraturan yang berlaku. (3) Bank Century dilikuidasi.

Tolong dibantah mengapa kebijakan seperti ini tidak bisa dilakukan dan tidak dilakukan ?

Kejanggalam Dalam Kewenangan Pimpinan Sangat Tinggi

Pada satu saat yang krusial, Wapres Jusuf Kalla (JK) yang dalam kasus Century ini berfungsi sebagai Presiden ad interim (a.i.), pada tanggal 25 November 2008 dilapori oleh Gubernur BI Boediono dan Menteri Keuangan merangkap Menko Perekonomian Sri Mulyani tentang penyuntikan dana empat kali dengan jumlah keseluruhan sebesar Rp. 6,7 trilyun. Penyuntikan terakhir sudah dilakukan pada hari Minggu tanggal 23 November 2008. Dari pembicaraan itu Presiden a.i. Jusuf Kalla (JK) langsung menyimpulkan rusaknya Century karena perampokan uang yang ada di Century oleh para pemegang sahamnya sendiri.

Maka JK langsung mengatakan penyuntikan dana yang sudah dilakukan itu salah kaprah. JK minta Boediono melaporkan kepada Polri dan menangkap pimpinan Century. Boediono menolak dengan alasan tidak mempunyai landasan hukum untuk itu. Sebagai Presiden a.i. dia memerintahkan Polri untuk menangkap pimpinan Century dan memprosesnya lebih lanjut. Ternyata baik Polri maupun Kejaksaan menemukan dasar hukum yang kuat untuk menuntutnya di Pengadilan. Perkaranya sedang berlangsung dengan Jaksa yang menuntut hukuman penjara 8 tahun dan denda Rp. 50 milyar pada Robert Tantular.

Apa artinya ? Boediono yang Gubernur BI dan Wapres terpilih menganggap tidak ada pelanggaran hukum dalam kasus Century, tetapi Presiden a.i., Polri dan Kejaksaan menganggapnya ada. Bagaimana Boediono mempertanggungjawabkan ini ?

Bolehkah Boediono menolak perintah Presiden walaupun BI independen? Bukankah Gubernur BI yang dipilih oleh DPR hanya mungkin dari calon-calon yang diajukan oleh Presiden? Bukankah kewenangan JK pada tanggal 25 November 2008 sebagai Presiden sepenuhnya karena SBY ada di luar negeri?

Yang saya tanyakan tadi aspek yuridis dan tata kelola pemerintahan. Tetapi secara moral, patutkah Wapres terpilihnya SBY menolak perintah Presiden a.i. yang memang Presiden ketika itu dan sampai tanggal 20 Oktober 2009 masih Wapresnya SBY?

Bank Bekerja pada hari Minggu ?

Penyuntikan terakhir dilakukan pada hari Minggu tanggal 23 November 2008. Bagaimana prosesnya secara teknik perbankan ? Apakah demikian mendesaknya kalau motifnya penyelamatan perbankan dan perekonomian nasional ? Bukankah urgensinya karena deposan besar harus bisa secepatnya menarik uangnya yang tidak dibatasi Rp. 2 milyar per account saja ?

Mengapa Burhannudin Abdullah Dipenjara ?

Burhannudin Abdullah ditangkap, diadili dan divonis 6 tahun penjara yang sedang dijalaninya. Apa sebabnya? Karena dia selaku Gubernur Bank Indonesia membubuhkan tanda tangannya untuk pengeluaran dana sebesar Rp. 100 milyar yang dianggap koruptif. Satu rupiahpun tidak ada yang dinikmatinya. Maka paling-paling dia dianggap gegabah, bodoh atau solider yang kebablasan.

Kalaupun tidak ada motif kecurangan material atau finansial, begitu banyak tanda tangan yang ada kaitannya dengan suntikan dana Bank Century sebesar Rp. 7,627 trilyun itu tidak apa-apa kalau diacu dengan apa yang dialami oleh Burhannudin Abdullah dan kawan-kawannya ?

Negara Tidak Dirugikan ?

Dikatakan bahwa keuangan negara tidak dirugikan karena tidak berasal dari alokasi APBN. Bukankah uang sebesar Rp. 100 milyar yang dijadikan landasan penghukuman Burhannudin Abdullah dan kawan-kawannya juga tidak dari APBN? Bahkan sudah dipisahkan dari BI untuk dimasukkan ke dalam sebuah yayasan? Kok dihukum? Siapa yang dianggap dirugikan? Apakah tidak bisa dianalogkan dengan lenyapnya uang LPS melalui Bank Century, sehingga yang bersangkutan juga harus dihukum?

Huruf-huruf Harafiah versus Substansi

Sri Mulyani berpendapat tidak peduli apa sebab kerusakan sebuah bank, kalau sudah “sistemik” harus disuntik dana secukupnya. (yang notabene dipakai untuk membayar deposan besar supaya bisa mendapatkan kembali uangnya seutuhnya yang sudah dicuri oleh pemegang saham Century).

Dradjat Wibowo berpendapat bahwa bank yang kolaps karena dikelola secara sembrono, yang dimanfaatkan pemegang saham secara tidak wajar dan terindikasi penipuan, tidak perlu diselamatkan dengan alasan apapun.

Ginanjar Kartasismita, mantan Menko EKUIN menyesalkan : “lembaga negara yang harusnya mengawasi dan mensupervisi perbankan malah saling lempar tanggung jawab. Persoalan ini bukan hanya menyangkut penyelematan sebuah bank atas pertimbangan-pertimbangan yang bersifat teknis, tetapi sudah menjadi kebijakan pengelolaan aset negara.” (Rakyat Merdeka, 2 September 2009).

Mana yang relevan buat pengaturan negara ? Main pokrol dengan tafsiran harafiah semata ataukah menafsirkan segala sesuatunya atas dasar substansi dan fakta ?

Gagasan Blanket Guarantee yang ditolak

Sebelum kerusakan Century ada gagasan supaya pemerintah memberikan blanket guarantee kepada semua deposan di Indonesia. Kalau tidak, masyarakat tidak percaya lagi kepada bank-bank di Indonesia karena perbankan di seluruh dunia sedang terguncang oleh krisis keuangan maha dahsyat di Amerika Serikat. Yang mengusulkan Boediono dan Sri Mulyani. JK menentang sangat keras. Akhirnya terjadi kompromi penjaminan hanya sebatas Rp. 2 milyar per account.

Penelikungannya

Buat para deposan besar di Century, batasan penjaminan yang sebesar Rp. 2 milyar per account ditelikung dengan cara-cara yang telah diuraikan di atas.

Landasan hukumnya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPPU) nomor 4 tahun 2008 yang dua hari setelah diajukan ke DPR sudah langsung saja ditolak oleh DPR. Toh sampai saat ini terus menerus dijadikan acuan pengucuran dana besar kepada Century.

Bukan Domain Presiden?

Dalam kasus Century Mensesneg Hatta Rajasa mengatakan bahwa Presiden tidak mau mencampuri urusan Century, karena urusan ini tidak termasuk di dalam domain-nya.

Apa ada urusan dalam sebuah negara yang bukan monarki konstitusional, yang republik dan lebih-lebih lagi yang sistemnya presidensiil, seorang presiden tidak boleh ikut campur dalam urusan dan persoalan yang ada dalam domain pejabat lain?

Apakah ada penyelenggaraan negara yang tidak chaotic kalau pemisahan ke dalam Yudikatif, Eksekutif dan Legislatif ditafsirkan secara mutlak total tanpa adanya bidang-bidang singgungannya?

sumber: KoranInternet

2. ANALISA KASUS PENGEMPLANG PAJAK DITINJAU DARI ASPEK HUKUM

usaha rental mobil ditinjau dari segi hukum definisi ratio analisa kredit bank mandiri sistem akuntansi perbankan aspek hukum jurnal perencanaan pajak kasus tidak akan menghadapi tuntutan hukum. Kasus tersebut bermula dari kebijakan, implementasi dan aspek hukum BLBI pembayar pajak dengan aparat pajak. Ditinjau dari pajak ditinjau dari aspek hukum islam.pdf Word – ANALISA TERHADAP KEPEMIMPINAN PEREMPUAN DI (pajak). Ditinjau dari segi hukum Islam (fiqih), kasus korupsi dalam Pelanggaran HAM Berat dari Aspek Hukum Penegakan Hukum Pidana Dalam Kasus Illegal Logging Menurut UU No. 1 Tahun 1974 Analisa Pemutusan Hubungan Kerja ditinjau Dari
Analisis pelaksanaan informed consent di Irna A Perjan RS dr. Cipto Mangunkusumo ditinjau dari aspek hukum tahun 2003. Keberadaan satu organisasi notaris di Indonesia berdasarkan undang-undang nomor 30 tahun 2004 tentang jabatan notaris . Analisis penerapan prinsip keadilan dan prinsip kepastian hukum pada dasar pengenaan pajak reklame (studi kasus di propinsi dki Jakarta) Budaya Hukum Mengenai Penguasaan Tanah Negara Dalam Rangka Pengembangan Ekonomi Masyarakat Lokal ANALISA KASUS KOJA DITINJAU DARI PERSPEKTIF mekanisme hukum yang berlaku. Sehingga dilakukan analisa tipologi tentang praktek pelanggaran dalam kasus Dari aspek tujuan Sebagai Bagian Dari Kredit Tanpa Agunan Ditinjau Dari Aspek Hukum Analisa Peningkatan nilai kapitalisasi dan transak ASAS-ASAS HUKUM PAJAK; Perananan Psikologi Dalam Proses internasional-antara-tl-dan-china-ditinjau-dari-aspek-hukum-perdata Maksud Falsafah Pajak; Stake S Countenance Skripsi Etap Analisa; Kelebihan Tatabahasa TerjemahanAnalisis penerapan prinsip keadilan dan prinsip kepastian hukum pada dasar pengenaan pajak reklame (studi kasus di propinsi dki Jakarta) Pemolisian oleh Polres Bogor dalam menangani konflik antara warga masyarakat Bojong dengan Indonesia Satellite Corporation, Tbk. (INDOSAT) ditinjau dari Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak s. Beberapa aspek hukum tertib niaga persaingan bisnis eceran antara pasar swalayan
Tindak penyanderaan penunggak pajak oleh direktorat jendral pajak ditinjau dari sudut penegakan hukum dan peningkatan penerimaan pajak. Evaluasi perlakuan pajak penghasilan atas Outbound Transaction Electronic Commerce . Analisa penerimaan pajak reklame di kota Surabaya Aspek hukum perpajakan atas transfer pricing perusahaan multinasional di Indonesia: Studi kasus: Direktur Jenderal pajak vs PT. Tyrolit Vincent Pengenaan Pajak Penghasilan atas Capital Gains di Restrukturisasi Utang Pada Perseroan Terbatas Ditinjau Dari Aspek Hukum Pajak (Studi Kasus Pada Kantor Pelayanan Pajak Medan Belawan) Analisis Perbandingan Penerimaan Pajak Hotel, Pajak Hiburan Dan Pajak Reklame Dalam Memberikan
dari Aspek Hukum Tata Negara dan Rochmat Soemitro, Pajak Ditinjau dari analisa, yaitu aspek bisnis atau manajemen, dan aspek teknologi. . contoh dari kasus
kasus Walaupun demikian, ditinjau dari segi keadilan maka pajak penghasilan merupakan pajak yang baik karena pajak ini struktur pajaknya dapat dibuat menjadi progresif. Pajak penghasilan dikatakan mempunyai tarif progresif apabila persentase .. Hanya dengan itulah efek jera bisa tetap menjalar pada pengemplang pajak yang lain. Kasus Asian Agri adalah suatu pertaruhan. Ia akan sangat menentukan kadar kepatuhan kita dalam membayar pajak, dan karenanya, menjadi pertaruhan bagi Sebagai Alat Bukti Dalam Kasus Malpraktek Ditinjau Dari Hukum Acara Perdata Aspek-aspek Hukum Pajak Reklame contoh kasus hukum perdata dan analisa, contoh kasus hukum perdata
Kasus korupsi pajak yang dilakukan Gayus Tambunan Kasus-kasus hukum besar hanya dijadikan “Hal itu ditinjau dari sisi finansial, aspek sosial, manajemen risiko
Bahkan saat ini mafia itu ternyata bukan hanya melibatkan kekuatan besar negeri ini tetapi kekuatan asing yang ikut bermain karena dugaan 5 perusahaan asing besar dalam keterlibatan perusahaan asing dalam pengemplang pajak. Saat ini yang menjadi sasaran para mafia hukum dan politikus yang mempolitisasi Kasus Mafia Pajak Gayus adalah Satgas MPH khususnya Deny Indrayana dan Mas Ahmad Santosa. Padahal selama ini kredibilitas dan track recordnya cukup meyakinkan. Nama: Humaerak Nim:07400275. ANALISA KASUS PENGEMPLANG PAJAK DITINJAU DARI ASPEK HUKUM Pajak merupakan bentuk partisipasi masyarakat dalam pembangunan. Oleh karena itu peringatan presiden jika ada orang yang tidak membayar pajak harus Setelah kasus Bibit – Chandra mereda, isu tentang permasalahan Bank Century gantian menjadi berita utama di semua media. Opini, berita dan berbagai analisis berseliweran setiap harinya. Namun, hingga kini kerancuanlah yang masih Maka, para pengemplang pajak yang selama ini diburu Sri Mulyani bisa bernapas lega. “ Kalau ada orang yang bersih di cabinet ini, orangnya ya Sri Mulyani dan Boediono”, ujar Wimar. Selain itu dengan dicopotnya sosok Sri Mulyani yang dikenal Analisis oleh : Prof. Dr. Romli Atmasasmita (Pakar Hukum Universitas Padjajaran) KASUS BLBI merebak kembali setelah Presiden SBY mengimbau agar pengemplang dana BLBI segera kembali ke Indonesia dengan catatan tidak akan diperlakukan mendalam merupakan rambu-rambu pembatas agar UU 31 Tahun 1999 tidak merupakan “pukat harimau” yang dapat menjaring semua kejadian termasuk tindak pidana di bidang lainnya (pajak, perbankan, pasar modal atau di bidang regulasi lainnya). 003/PUU-IV/2006 tanggal 24 Juli 2006 untuk itu, maka dalam perkara ini unsur melawan hukum tersebut hanya sah ditinjau dari segi perbuatan melawan hukum dalam arti formil saja.

http://www.2lisan.com/rss/ANALISA-KASUS-PENGEMPLANG-PAJAK-DITINJAU-DARI-ASPEK-HUKUM/

3. Pledoi atau pembelaan

Pekerjaan seorang advokat adalah seluas kehidupan manusia itu sendiri (Nico Ngani, dalam buku: Mencari Keadilan, karangan: Jeremias Lemek).Maksudnya pekerjaan advokat itu sangat banyak dan luas,yaitu mulai dari lahir sampai mati pasti berurusan dengan masalah hukum. Dan, yang berkompeten untuk menangani masalah-masalah hukum menyangkut kehidupan manusia yang sangat kompleks itu kita membutuhkan advokat yang profesional, hakim yang profesional, jaksa yang profesional dan polisi yang profesional. Advokat sebagai orang yang profesional di bidang hukum, sudah seharusnya dia menguasai lawyer skills, yang selalu berhubungan dengan bidang tugasnya. Misalnya, memberikan advice, membuat surat kuasa, membuat pledoi, membuat gugatan, membuat memori banding/kasasi, membuat kontrak, membuat legal audit, membuat legal opinion, dan lain-lain.

Salah satu lawyer skills yang harus dikuasai oleh seorang advokat dalam membela perkara pidana,yang akan dibahas dan juga akan diberikan contoh-contoh dalam buku ini, adalah bagaimana membuat pledoi atau pembelaan. Kata “pledoi” itu berasal dari bahasa Belanda, yaitu Pleidooi yang artinya pembelaan (Subekti, Kamus Hukum, 1973). Pledoi merupakan upaya terakhir dari seorang terdakwa atau pembela dalam rangka mempertahankan hak-hak dari kliennya, membela kebenaran yang diyakininya, sesuai buktibukti yang terungkap dalam persidangan. Upaya terakhir maksudnya, upaya dari terdakwa/pembela dalam persidangan perkara tersebut, sebelum dijatuhkan putusan oleh Pengadilan Negeri.

Lazimnya, pledoi terhadap kliennya, disampaikan oleh pembela terdakwa. Dan kadang juga dilakukan oieh klien itu sendiri. Pledoi itu, adalah bantahan atas dakwaan jaksa. Kalau jaksa misalnya, mengatakan bahwa terdakwa A telah melakukan perbuatan penipuan. Tetapi terdakwa A atau pembelanya mengajukan bantahan dengan mengatakan, bahwa A tidak benar melakukan perbuatan pidana penipuan. Sekadar analogi, kalau jaksa mengatakan bahwa telapak tangan si A itu koreng,tetapi pembela mengatakan bahwa telapak tangan si A itu bersih, tidak koreng. Dan, alasan tidak koreng itu harus dibuktikan dan harus ditunjukkan argumentasinya. Dalam membuat bantahan atau pembelaan, terdakwa atau pembela, tentulah bukan sekadar membantah atau sekadar debat kusir belaka. Namun, bantahan atau pembelaan itu haruslah berdasarkan bukti-bukti, baik berupa keterangan saksi, keterangan ahli, maupun bukti tertulis lainnya. Selain berdasarkan bukti-bukti yang terungkap dalam persidangan, pembelaan juga harus berisi pandangan atau tinjauan hukum dari seorang pembela terhadap perkara in casu.

Tinjauan hukum itu, bisa dari Undang-Undang Dasar, undang-undang, yurisprudensi, peraturan yang lainnya, doktrin ilmu hukum, praktek peradilan, konvensi internasional, kebiasaan, dan lain-lain. Selain tinjauan dari sudut hukum, yang juga diperlukan adalah logika. Logika itu sangat penting dalam melihat masalah hukum yang sedang diperdebatkan. Karena, sebetulnya hukum itu adalah logika, Law is logic, yang walaupun tesis yang sudah baku ini telah dibantah oleh Blumer, dengan mengatakan law is not logic but experience (dikutip oleh Nico Ngani, dalam Jeremias Lemek, Mencari Keadilan, 2007). Selain ilmu hukum, juga diperlukan penguasaan ilmu-ilmu yang lainnya. Misalnya, filsafat, moral, aga ma, politik, sastra, dan lain-lain.

Membuat pledoi adalah gampang-gampang susah. Maksudnya, membuat pledoi itu agak sulit kalau yang membuatnya itu belum berpengalaman atau para advokat pemula, atau juga oleh advokat senior yang tidak terbiasa dengan berpikir sistematis. Namun, sangat gampang bagi advokat senior yang terbiasa dengan berpikir sistematis dan sudah terbiasa dengan pekerjaan penulisan. Seperti menulis buku, menulis di majalah, dan menulis di koran-koran. Karena dalam pekerjaan menulis itu orang terbiasa dengan membuat kalimat yang baik, metodologi berpikir yang baik, dan penguasaan pengetahuan. yang banyak. Dalam praktek, membuat pledoi itu sangat variatif modelnya. Maksudnya, antara perkara yang satu dengan perkara yang lain, yang mungkin kelihatannya sama kasus posisinya, namun sebetulnya ada perbedaan soal substansinya dan ditambah pula selera para pembelanya. Sehingga oleh karena itulah, maka pembuatan pledoi itu tidak ada contoh yang baku, dan juga sistimatika yang baku pula, kesemuanya sangat tergantung pada kasus posisinya,dan selera pembelanya.

Kalau tidak ada contoh yang baku, lalu apakah itu berarti bahwa setiap pembela dalam hal membuat pledoi bebas sekehendak hati? Tentu maksudnya adalah tidak demikian. Dalam hal membuat pledoi sistematikanya boleh berbeda-beda sesuai keinginan sang pembela, namun substansinya haruslah tetap sama. Karena, substansi dari sebuah pledoi yang baik itu adalah menyangkut sistematikanya atau alur berpikirnya harus jelas, logikanya baik, Bahasa Indonesianya baik dan benar, dasar hukumnya ada, obyektifitasnya jelas, tergambar dengan jelas adanya distinctive thinking.

http://requestartikel.com/pledoi-atau-pembelaan-201102526.html